Ada banyak realita yg harus kita akui sebelum membahas ciri orang tua yg materialistis : -
Uang memang penting & menopang hidup. -
Mau melakukan apapun semua butuh duit. -
Kehidupan keluarga butuh materi & ekonomi : sandang, pangan, papan yg mencukupi. -
Kebutuhan hidup yg berkesinambungan menuntut orang tua harus kerja lebih keras intinya materialistis juga. Meskipun realita tersebut realistis, tapi kadang keblinger & tanpa terasa menggeser nilai-nilai akidah yg berdasarkan ajaran agama apapun. Mengapa yg dahulunya bijak, sekarang berubah menjadi orang tua materialistis? -
Kemungkinan dahulu berasal dari keluarga menengah kebawah & pas-pasan, sehingga bosan & bertekad keluar dari kesulitan keuangan. -
Sering belajar agama, namun paling diharapkan perbaikan ekonomi supaya lebih banyak uang lagi kedepan, sehingga karena prosesnya dirasa lamban akhirnya menggeser nilai luhur akidahnya tanpa terasa, materi menjadi kiblat meskipun rajin beribadah. -
Mungkin dahulu pernah mengalami masa-masa sulit & kelam, sulit ekonomi & serba pas-pasan, akhirnya setelah mengalami masa kemudahan, nilainya bergeser pada hal yg sifatnya materialistis, saking menyadari pentingnya uang untuk hidup. -
Sering diberi masukan, pemandangan, realita hidup, yg selalu berhubungan dg finansial. Baik oleh temannya, andanya, / bahkan anaknya sendiri. Kesulitan ekonomi memang sangat menyesakan, membatasi gerakan, semua serba terbatas. Tapi seyogyanya jangan sampai kosong iman, sehingga nilai akidah tidak bergeser dari jalur setelah digariskan. Nyatanya jaman sekarang banyak ciri orang tua materialistis ditemukan dari berbagai lapisan & kelas, sebagai berikut : -
Apapun topik yg dibicarakannya, selalu berhubungan dg nominal. Contoh konsepnya : Bisa beli apa harganya berapa?, Kerjanya apa gajinya berapa?, Pegawai / bukan pegawai? kira2 seperti itulah pola khas pembicaraannya. -
bila diberi nasehat yg rumit tentang membedakan kebutuhan & tujuan hidup, berdasarkan akidah & kitab suci ajaran agama apapun, maka akan cepat bosan, mengelak dg pembenaran sendiri, & kabur dg alasan yg didramatisir sendiri. -
Suka membanggakan anak-anaknya setelah sukses & berhasil. Menceritakan apa yg bisa dibeli anaknya? apa yg anaknya punya? seperti apa rumah anaknya, sudah bisa beli apa yg harganya mahal? & lainnya yg berhubungan dg materi. -
Suka menceritakan orang lain yg dahulunya susah sekarang berhasil & kaya. Menjadikannya sebagai teladan acuan untuk mencapai sukses duniawi, bukan mencari sejarah maupun sumber akidahnya sebenarnya dari mana bisa berhasil. Setiap orang berhak meraih kekayaan materi & dianjurkan berusaha atas apapun impiannya. Tetapi hendaknya tidak menjadikan materi menjadi kiblat hingga akhirnya menjadi materialistis. Karena agama apapun mengajarkan orang berusaha bekerja keras, tapi setelah berhasil dianjurkan bisa memahami & mengaplikasikan akidah tujuan hidup dg hakikat yg sebenar-benarnya sejati, bukan menggeser nilai akidah & moral. Bagaimana bila menghadapi seseorang dengan ciri khas orang tua materialistis? -
bila termasuk anak yg kaya & berkecukupan secara finansial, Maka gunakan kekayaan untuk membimbing akidahnya secara tidak selalu menyodorkan & memanjakan beliau dengan hal-hal yg berbau materi, hingga orang tua memiliki ekspektasi sangat tinggi terhadap anaknya yg kaya. Akhirnya menjadi orang tua materialistis. Orang tua manapun memang bangga kalau anaknya berhasil, apalagi dari sisi finansial yg berkecukupan. Tapi kalau anaknya suka memanjakan orang tua & selalu menyodorkan materi sebagai makanan kesehariannya, maka anaknyapun berhasil menjerumuskan orang tua tersebut pada lembah kesesatan akidah secara halus, lembut, & tidak terasa, karena rasanya sangat enak & nyaman. Sungguh yang demikian, akan mempersulit orang tua menempatkan rasa adil yang sebenar-benarnya sejati hingga mempengaruhi banyak sendi akidah yang bergeser menjadi sangat materialistis. Anak tipe tsb sangat sukar dideteksi orang awam sedang menjerumuskan pelan-pelan orang tuaya, karena baik dilihat secara fisik, tapi sebenarnya moral & akidahnya tidak selaras dengan keberhasilan materinya. -
kalau termasuk anak yang belum berkecukupan secara finansial, serta belum begitu banyak materi yang bisa disodorkan ke orang tua, maka lebih baik tahan bicara & diam saja, bicarakan yang penting2 saja, terutama jangan bosan menasehatinya tentang akidah yang sebenarnya. Jika orang tua paham ya syukur, Jika belum paham biarkan saja. Sebab percuma & membuang waktu. yang perlu lakukan : fokus, bekerja lebih keras sesuai bidang bakat yang bisa usahakan, Jika sudah berhasil baru bisa menggunakan keberhasilan sebagai gerbang untuk membimbing orang tua supaya memahami akidah tujuan hidup yang sejati. Sebab yang ada dalam pikiran orang tua dengan ciri khas materialistis hanya : Siapa orang yang baik? orang yang bisa memberi banyak uang. Siapa orang yang berhasil? orang yang punya banyak duit. Siapakah orang yang mulia? orang yang punya jabatan tinggi & status sosial berada. Hanya itulah yang ada dalam benak pikiran & hatinya. Sementara itu penyampaiannya perihal ciri orang tua materialistis / matre & analogi cara meluruskannya, supaya kedepan bisa membedakan antara kebutuhan dengan tujuan hidup yang sebenar-benarnya. Semoga materi yang singkat ini bisa menginspirasi siapapun, baik sebagai anak maupun orang tua, supaya memiliki jalur, visi, pandangan hidup, yang selaras dengan akidah, apapun agama & kepercayaannya. Berubah menjadi lebih baik lagi, sejati, & tidak distorsif. Sebelum & sesudahnya terimakasih atas kunjungan & kepercayaannya, selamat bekerja & beraktifitas, semoga selalu terbimbing & mendapatkan hidayah dariNya. |