Sebelum membahas pitutur becik wong jowo perihal ala tua becik tua, maka ada beberapa pengetahuan yg bisa dijadikan pondasi pemahaman hal yg sebenarnya lebih kompleks dari yg diperkirakan, supaya tidak ambigu. Karena pitutur piwulang wong jowo kadang sedikit kata tapi maknanya dalam & sangat luas, bagi mereka yg benar-benar memikirkannya. Definisi & pengertian orang tua yg sebenarnya adalah orang yg bisa menempatkan diri, baik pikiran, perasaan, tutur kata, prilakunya, identik dg pinisepuh yg dihidup di zaman dimana moral, akhlak, akidah belum terkontaminasi oleh perkembangan zaman modern. Siapapun orangnya berdasarkan umur : entah masih muda, sudah tua, maupun dewasa, masih kecil, sudah besar, Bila sudah bisa menempatkan dirinya dalam posisi seperti itu layak disebut orang tua. Definisi & pengertian pinisepuh adalah orang yg dahulu hidup pada zaman dimana moral masih murni belum terkontaminasi abad modern. Akhlak, akidah, moral, tutur kata, prilaku, benar-benar hanya berdasarkan ajaran syariat & hakikat agama yg sangat kuat. Apa sebenarnya maksud pitutur wong jawa tentang becik tua ala tua? kurang lebih maksudnya : anak mau baik / buruk akhlak maupun prilakunya, sebenarnya bila ditarik satu kesimpulan tunggal ujung-ujungnya karena wong tua pula. Berdasarkan paradigma becik ala ya tua maka ada beberapa kronologi & analogi yg bisa menggambarkan : Realita sebenar-benarnya : tidak semua anak seperti itu, kadang orang tua kurang menyadari pada kondisi-kondisi tertentu sering bertutur kata yg menyinggung anaknya, tapi anaknya diam & tidak mau menasehati orang tua karena terbentur tata krama kepada wong tua. -
Kenyataan yg benar : Semua orang tua ingin anaknya sekolah yg pintar, sukses, berhasil, kaya raya, & punya jabatan / status sosial yg tinggi. Kenyataan yg sebenar-benarnya : Orang tua kadang tidak menyadari akan kemampuan anaknya, tidak menyadari bila jalur hidup kesuksesan orang tidak hanya diukur dari sisi materi saja, kurang menyadari bila keberhasilan orang tidak mesti menjadi pegawai / pejabat tinggi. wong tua yg terus menerus memiliki kecenderungan tsb masuk ciri orang tua materialistis & akhirnya membentuk akhlak untuk mengejar materi beragam cara terhadap pola pikir anaknya tentang uang sebagai kiblat ukuran keberhasilan. Hal yang sesungguhnya : Orang tua yang terlalu membanggakan anaknya yang berhasil, apalagi memiliki ekspektasi terlalu berlebihan karena anaknya sudah berkecukupan materi finansial, akan berdampak tidak baik dalam jangka panjang. Karena anak tersebut nanti bisa memperbudak orang tua melalui materinya, istilah wong jawa : Ngethiplakna wong tua karo cara alus, tidak dirasa tapi nyata. Orang tua kalau sudah seperti ini akan sulit keluar dari lingkaran anaknya tanpa disadarinya sudah merusak akidah & membelokan akhlak secara pelan-pelan menjadi materialistis hingga akhirnya tidak bisa menempatkan rasa adil serta tanggung jawab, terutama pada anaknya yang sudah berkeluarga. Solusi supaya paham ala becik ya tua diharapkan tidak hadir dalam lingkungan keluarga : -
Orang tua sebaiknya mengedepankan akhlak & akidah menurut ajaran agama sebagai kiblat kebenaran. Sehingga tidak berekespektasi terlalu tinggi kalau anaknya secara finansial berkecukupan. Misalnya : meskipun anaknya sering kasih uang banyak pada orang tua, Kalau memang anaknya salah, harus tetap disiplin & obyektif meluruskan anaknya, sehingga tidak salah menempatkan rasa rikuh pikewuh. -
Orang tua memang harus mengajarkan anaknya tentang uang & materi karena menopang hidup, tapi setelah akidah & akhlaknya lurus terbentuk sesuai ajaran agama. Bukan memberikan doktrin halus terus-menerus hanya mengejar pekerjaan, karier, jabatan & kekayaan finansial semata. Apalagi menjadikan materi duniawi sebagai kiblat. -
Untuk yang menjadi anak, Kalau suatu saat mempunyai argument, masukan, Kalau memang berdasarkan akidah agama yang benar, maka jangan ragu menasehati orang tua, yang penting sopan santun & unggah-ungguh ke orang tua diusahakan selalu dijaga. Supaya kedepan tidak terjadi paham salah bukan salah paham lagi. -
Bagi anak yang punya kelebihan dalam materi finansial yang berkecukupan, maka jangan terlalu sering menyodorkan hal-hal yang bersifat materi / uang, karena meskipun orang tua bangga dg anak yang berhasil secara finansial, Jika terus menerus disodori hal-hal seperti tsb, sebenarnya hanya akan menjerumuskan pelan-pelan orang tua berpaham materialistis & itu bisa menggeser nilai akidah, sebab uang menjadi kiblat. -
Untuk anak yang memiliki kelebihan ilmu pengetahuan akidah & agama, tapi mungkin belum berkecukupan secara finansial, maka harus tetap berusaha meluruskan akidah orang tua jika memang diperlukan & seperlunya. Sebab jaman sekarang memang akidah itu sangat krusial, akhlak yang baik maupun sebaliknya bisa samar-samar jika tidak dilandasai dengan ilmu akidah & agama yang kongkrit. Siapapun kelak akan menjadi orang tua, jangan sampai ya becik ya ala ya tua menyelimuti lingkungan keluarga anda, mengapa? -
Efeknya jangka panjang, sebab seseorang akan sulit membedakan antara : hak, kewajiban, tanggung jawab, kebutuhan & tujuan hidup yang sebenar-benarnya. -
Situasi yang rumit & kompleks jika tidak segera diluruskan maka akan membuat seseorang : merasa sudah benar tapi belum sesungguhnya benar, merasa sudah sangat baik tapi belum sebenar-benarnya sejati, merasa bersukur dengan banyak kebaikan dunia tapi belum paham benar tujuan hidup yang hakiki apalagi hingga berfaham materialis sebagai kiblat. Semoga referensi singkat & sederhana bisa menjadi inspirasi positif, aplikatif serta bermanfaat dalam jangka panjang. Terimakasih atas kunjungan & kepercayaannya, selamat beraktifitas. |